Kadin Usulkan Peningkatan Partisipasi Nasional di Sektor Migas

21-07-2010 / KOMISI VII

Terkait pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Migas, Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) mengusulkan adanya peningkatan partisipasi nasional di sektor migas dengan kebijakan yang jelas.

Demikian salah satu masukan yang disampaikan Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Energi SDM Herman A Kusumo saat RDP Komisi VII dipimpin Ketua Komisi VII Teuku Riefky Harsa di Gedung Nusantara, Jakarta, Rabu (21/7/2010)

Menurut Herman, partisipasi tersebut harus melibatkan semua sektor termasuk swasta nasional maupun asing. “selain itu, peran regulator migas, baik di sektor hulu dan hilir (Ditjen Migas, BP Migas, BPH Migas) perlu lebih diperjelas pembagian tugas dan kewenangannya,”terangnya.

Herman menambahkan, sebagai negara yang memiliki sumber bahan bakar gas bumi yang besar, sudah selayaknya sumber energi itu dimanfaatkan secara optimal. Bersama Kadin, ia ingin terwujud optimalisasi pengelolaan sumber energi bagi terjaminnya pasokan listrik nasional.

"Tanah air kita dikenal sebagai lumbung energi. Selain penghasil minyak dan gas bumi, negeri ini juga kaya akan potensi geothermal (panas bumi) dan batubara," katanya.

Usulan Kadin tersebut merupakan bentuk kekhawatiran para investor yang bergerak di sektor migas nasional, karena selama ini, Indonesia belum menjadi tuan rumah di negerinya sendiri. ketidakberpihakan pemerintah terhadap perusahaan migas nasional juga terlihat saat kekalahan Pertamina dalam tender blok migas blok Semai V yang dimenangkan perusahaan asing asal Amerika, Hess Ltd.

Pada kesempatan itu, anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golkar Bobby Adhityo Rizaldi mendukung usulan dari Kadin. Dalam RUU Migas ini, dia mengusulkan penguatan peran pemerintah atau BP Migas pada sektor hulu.

Selain itu, terangnya, masih adanya peraturan yang tumpang tindih di sektor Migas diantaranya persoalan perijinan pipa dan non pipa.  “Pengaturan wewenang Dirjen Migas dan BPH Migas di hilir, selama ini tumpang tindih, seperti ijin gas pipa ke BPH Migas, sedangkan non pipa ke Dirjen Migas,”katanya.

Dia menambahkan, BP Migas terlihat masih melakukan intervensi dengan PP ataupun Permen yang kontradiktif seperti draft PP Cost recovery.

Menyinggung peran nasional di sektor migas, Bobby juga mempertanyakan apakah pihak investor asing perlu di proteksi atau justru diberi ruang. “Dulu kita mengharapkan dengan dibukanya ruang bagi investor asing, kita mendapat transfer teknologi tetapi faktanya justru kita hanya menikmati dengan membeli dari luar negeri,”tandasnya.

Dalam rapat dengar pendapat itu, Komisi VII juga mendapatkan masukan dari Indonesian Petroleum Association dan Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI). (sw)

BERITA TERKAIT
Impor AS Diperketat, Kemenperin Perlu Siapkan Insentif Relokasi Industri China
01-02-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VII DPR RI Ilham Permana menyatakan dukungannya terhadap langkah Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dalam mengantisipasi dampak...
Perampokan Warga Ukraina Harus Jadi Momentum Perbaikan Keamanan Industri Pariwisata Bali
01-02-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VII DPR RI Ilham Permana menyoroti kasus perampokan brutal terhadap warga Ukraina, Igor Iermakov, oleh...
Novita Hardini Dorong Penanganan Serius Terkait Kelebihan Produksi Semen
25-01-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VII DPR RI Novita Hardini menilai sektor semen hingga kini belum sepenuhnya terintegrasi ke dalam...
Komisi VII Dorong Peningkatan Kinerja Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil
24-01-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta – Komisi VII DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil...